Friday, November 21, 2014

Generasi Muda Harus Lestarikan Budaya Lokal


REPUBLIKA.CO.ID, SUNGAILIAT -- Ketua Lembaga Adat Melayu Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Syarnubi mengatakan generasi muda harus melestarikan budaya lokal karena sudah mulai kurang diminati masyarakat.

"Melestarikan budaya lokal harus dilakukan oleh generasi muda sebagai warisan kekayaan bangsa," katanya di Sungailiat, Sabtu (1/11).

Menurut dia, pelestarian budaya lokal merupakan bagian dari penyelemataan kekayaan bangsa yang mulai kurang diminati akibat zaman yang terus maju dan berkembang.

"Sangat disayangkan kalau kekayaan bangsa ini harus punah akibat kurangnya kepedulian kita menjaganya, apalagi budaya lokal yang dimiliki merupakan simbol bagi daerah itu," katanya.

Dia menyebutkan, semua lapisan masyarakat harus bangga menjadi anak bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan budaya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kekayaan budaya lokal masing-masing suku di daerah Indonesia tidak dimiliki bangsa lain.

"Masing-masing daerah di Indonesia memiliki budaya lokal yang cukup bagus dan menjadi perhatian dunia, serta mampu memberikan konstribusi terhadap daerah itu bila dijaga dan dilestarikan dengan baik," ujarnya.

Dikatakan, pihaknya akan berusaha maksimal mengembangkan budaya lokal sebagai warisan dari pendahulu yang nantinya dapat dijadikan ciri khusus atau ikon bagi daerah Kabupaten Bangka.

"Saya menginginkan agar pakaian adat Kabupaten Bangka disahkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga menjadi pakaian resmi," katanya.

Dia mengakui personel lembaga adat Melayu di Kabupaten Bangka sebagian besar beranggotakan masyarakat usia tua dan hanya beberapa orang saja yang masih muda.

"Saya imbau kepada generasi muda untuk mencintai budaya kita, jangan mudah terpengaruh oleh budaya asing sementara budaya sendiri ditinggalkan," katanya.

 Gondjang-Gandjing Cisitu 2014: Kobarkan Semangat Budaya Nusantara


   BANDUNG, itb.ac.id - Pada Minggu (26/10/14) Kementrian Seni dan Budaya Kabinet Keluarga Mahasiswa (Kemensenbud KM) ITB menggelar acara kesenian yang bertajuk "Gondjang-Gandjing Cisitu". Acara ini dilangsungkan di kawasan Asrama Bumi Ganesha, RW 10, Cisitu. Berbagai penampilan kebudayaan Indonesia disugguhkan dalam acara ini yang memang mengangkat tema "Nusantara Membara". Tidak hanya mahasiswa yang menjadi penikmat pentas kebudayaan Gondjang-Gandjing Cisitu ini, melainkan para warga Cisitu juga turut antusisas dengan acara ini.
Gondjang-Gandjing Cisitu adalah program kerja tahunan yang dibawa oleh Kemensenbud KM-ITB. "Setiap tahun kami membawa semangat yang berbeda-beda. Pada tahun ini semangat yang dibawa adalah untuk mengenalkan kembali identitas bangsa Indonesia melalui pementassan seni dan kebudayaan tradisional," tutur Lutfan Qasmal (Teknik Mesin 2011) selaku Menteri Kemensenbud KM-ITB. Terdapat satu hal berbeda pada Gondjang-Gandjing Cisitu tahun ini, yakni Kemensenbud bekerja sama dengan Kementrian Manajemen Lingkungan untuk turut memamerkan hasil panen dari program Cisitu Berkebun di daerah Cisitu RW 12.
   Acara dibuka dengan sambutan dan penampilan-penampilan dari warga setempat. "Hal ini juga merupakan salah satu tujuan dari Gondjang-Gandjing Cisitu ini, yakni membentuk interaksi antara warga setempat dengan mahasiswa," jelas Lutfan. Suguhan yang ditampilkan oleh para warga Cisitu adalah kebudayaan-kebudayaan sunda, yakni pencak silat, kuda lumping, jaipong, dan lain-lain. Setelah itu dilanjutkan dengan acara utama yang ditampilkan oleh kolaborasi unit-unit kebudayaan yang terdapat di ITB.
"Masing-masing penampilan unit tersebut memiliki ceritanya masing-masing, namun tetap didalam satu alur, yakni menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia yang sudah mulai mengabaikan kebudayaan tradisional," ungkap Lutfan. Luthfan menambahkan bahwa  adanya kolaborasi antar unit di ITB ini diharapkan dapat mempererat hubungan antarlembaga di ITB. Salah satu unit yang tampil dalam acara Gondjang-Gandjing Cisitu adalah Lingkung Seni Sunda (LSS). LSS bekerja sama dengan ITB Student Orchestra (ISO) untuk menyuguhkan kolaborasi musik yang menarik, yakni alunan melodi tradisional jawa barat disandingkan dengan budaya musik modern.
   "Tujuan awal dari Gondjang-Gandjing Cisitu ini adalah untuk membentuk kerjasama antar lembaga di ITB, semoga kedepannya semakin banyak lagi lembaga di ITB yang dapat berkolaborasi di Gondjang-Gandjing Cisitu ini," ungkap Lutfan. Selain itu berbicara mengenai pesan yang ingin diangkat di acara ini adalah untuk menyadarkan kembali mahasiswa maupun masyarakat agar dapat mengenal kembali budaya asli daerahnya. "Semoga semua yang hadir di Gondjang-Gandjing Cisitu ini dapat menangkap pesan yang terdapat dalam setiap pertunjukkan," tutup Lutfan.
(http://www.itb.ac.id/news/trackback/4541)

Awas, Jumlah Kesenian Di Bantul Mulai Punah

 srandul

   Kesenian srandul Kecamatan Sedayu, pekbung Kecamatan Pandak dan Langen Mondro Wanara Sembungan Bantul terancam keberadaannya karena tidak ada regenerasi terpadu dari yang tua ke yang muda. Masalah ini diperparah oleh anak muda yang cenderung cuek terhadap seni kebudayaan yang ada disekitarnya.

Demikian disampaikan oleh Tedi Kusyairi dari Masyarakat Adat & Tradisi Mataram (Mantram) yang berbasis di Jeblok, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Komunitas ini berkonsentrasi pada lintas pelaku budaya yang menangani kesenian, adat budaya serta tradisi mataram.

"Proses transfer ilmu budaya lemah, tidak adanya keterlibatan anak muda, serta gaya hidup anak sekarang yang cenderung gadget holic membuat kesenian tradisional diambang kepunahan," jelas Tedi.

Merujuk pada Perda DIY no. 4 tahun 2011 yang mengatakan bahwa Tata Nilai Budaya Yogyakarta merupakan kekayaan daerah tidak berwujud (intangible) yang tak ternilai sehingga perlu dilestarikan, dikembangkan, dan dilindungi dengan peraturan daerah.

Melalui acuan tersebut Mantram ingin memulihkan kondisi memprihatinkan tersebut. "Problem regenerasi menjadi salah satu sebab mengapa kami harus bergerak melalui arus bawah," tukasnya.

Menurut Kepala Pusat Studi Kebudayaan, Dr. Aprianus Salam, M. Hum, tidak adanya pembelajaran dan sistem managerial dalam dunia seni menjadi akar utama yang harus segera dipecahkan. "Bahkan proses tranfer ilmu ke generasi muda kadang tidak lengkap, ada informasi yang tergradasi dari waktu ke waktu," tambahnya.

Agar mampu menjawab problem tersebut, pihaknya mendukung upaya Mantram untuk menggiatkan serta mengefektifkan pertunjukan kesenian, melakukan diskusi budaya serta melakukan evaluasi terhadap peraturan kebudayaan yang sedang dalam proses penelitian.

Mantram sendiri berencana akan melaksanakan kegiatan kongres kebudayaan rakyat,  pada 31 Agustus di Balai desa Tirtonirmolo serta akan melaksanakan kirab berbagai macam kesenian asli Bantul dari sejumlah komunitas yang ada disana. Acaranya sendiri akan dilaksanakan pada 1 September 2013 di Gedung Pemuda, Ambarbinangun, Bantul.

Jong Bataks Arts Festival Digelar untuk Refleksi Sumpah Pemuda

 

   MedanBisnis - Medan .Komunitas Rumah Karya Indonesia (RKI) akan menggelar Jong Bataks Arts Festival, 25 Oktober - 1 November 2014 di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan.
Kegiatan digelar untuk merefleksikan ulang semangat Sumpah Pemuda yang pernah berlangsung pada 28 Oktober 1928, melalui seni dan budaya. Demikian kata Sekretaris Umum RKI, Jhon Fawer Siahaan kepada wartawan, Kamis (23/10).

Dikatakan, Jong Bataks Arts Festival diisi berbagai pertunjukan seni dan budaya akan ditampilkan dengan melibatkan lebih kurang 300 pendukung, yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar.

Kegiatan itu antara lain, pertunjukan musik, tari, sastra, teater, seni rupa dari berbagai puak Batak yang ada di Sumut. Selain itu juga akan ditayangkan film-film tradisional Batak, diskusi kebudayaan, workshop aksara Batak Toba, pameran foto, lomba foto dan puisi serta karnaval seni dan budaya.

Semua kegiatan ini dipersiapkan Rumah Karya Indonesia (RKI) bekerjasama dengan komunitas-komunitas seni yang ada di Medan, Binjai, Siantar, Jakarta, Banten dan Bandung. Dengan dana swadaya dan semangat yang tinggi, para penggiat RKI dan pengisi acara yang terlibat ikut mengemas kegiatan ini, dengan harapan akan merangsang nasionalisme dan patriotisme di kalangan orang muda.

Di luar garapan, melalui kegiatan Jong Bataks Arts Festival, harapannya akan terwujud metode yang ideal dalam menghimpun dan mengakomodir serta mengemas seni pertunjukan sebagai bagian dari industri kreatif di Sumut.

Jhon menambahkan, Provinsi Sumut, khususnya Medan, memerlukan lembaga yang fokus pada manajerial. Sehingga para pekarya di Medan tidak perlu direpotkan dengan urusan-urusan di luar karya.

"RKI memilih untuk fokus pada manajemen. Siapapun yang ingin berkarya boleh bekerjasama dengan RKI, tentunya harus memiliki semangat yang sama. Yakni berorientasi pada seni tradisi," jelas Jhon.

Terkait Jong Bataks Arts Festival, Jhon menambahkan, sudah waktunya Medan memiliki event kalender seni sehingga terwujud cita-cita kota ini sebagai kota multikultural.

Menurut alumni sejarah Unimed ini, Jong Bataks Arts Festival hanyalah salah satu cara bagaimana masyarakat, khususnya orang muda memperlihatkan dirinya dengan karya dan bangga terhadap seni dan budaya mereka.

Diuraikannya, hanya dengan perasaan bangga, bangsa ini dapat hadir di tengah progresitas budaya-budaya luar yang masuk ke Indonesia.

Hal sama ditegaskan Direktur RKI, Jones Gultom. Dia menambahkan bahwa konstelasi yang terjadi di tingkat global bukan lagi soal bagaimana mengksplorasi alam suatu negara, melainkan merambah pada seni dan budaya suatu negara.

"Seiring dengan pencarian manusia terhadap peradaban, pertarungan dunia internasional saat ini ada di ranah kebudayaan. Jangan terulang lagi, dimana kita terlambat menyadari kekayaan budaya yang kita miliki. Untuk memunculkan rasa bangga terhadap seni dan budayanya sendiri, orang-orang muda harus diberi ruang dan kesempatan untuk menunjukkan identitasnya. Panggung seni tradisi harus tetap ada. Jong Bataks Arts Festival, hanya satu cara," tegas Jones.

Atas dasar itu pula RKI memilih untuk berada di luar panggung. Tugasnya hanyalah memediasi, dokumentasi serta melakukan riset-riset terhadap seni dan budaya yang ada di nusantara, khususnya Sumatera Utara. "Harus ada yang standby untuk itu. Siapa lagi kalau bukan kita sendiri," tukas Jones.
(benny pasaribu/ledi m - Jumat, 24 Okt 2014)(http://mdn.biz.id/n/125331/)

Friday, November 14, 2014

Diskominfo Kota Malang Didik Masyarakat Melalui Ludruk


Pementasan ludruk kali ini sangat istimewa sebab pemerannya adalah kolaborasi dari segenap tokoh, baik itu dari pejabat Dinas Kominfo Kota Malang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang, alim ulama, hingga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya.

Kepala Bidang Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) Kota Malang, Ir. Bambang Nugroho, MT mengatakan sengaja menggelar kegiatan ini untuk melestarikan seni dan budaya. Dengan pemberdayaan seni pertunjukan rakyat (Pertura) untuk bersama nguri-uri (melestarikan, red) budaya sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat.

“Kegiatan ini merupakan kolaborasi seniman, ulama, dan umara untuk bersama mendidik masyarakat melalui seni pertunjukan rakyat,” jelas Bambang, Sabtu (08/11).

Bambang menyebutkan bahwa selain banyak mengandung nilai-nilai luhur yang diajarkan, melestarikan seni budaya sangatlah penting. Seni budaya adalah nilai kekayaan bangsa yang sangat luar biasa bahkan tidak ternilai harganya.

“Dengan bangsa Indonesia sendiri yang melestarikan nilai-nilai budaya, kami berharap ke depan tidak ada lagi bangsa-bangsa lain yang mengklaim kesenian asal Indonesia,” tegas Bambang.

Sementara itu Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, Drs. Wasto, SH, MH mengaku senang dengan adanya kegiatan ini karena sangat baik  adanya. Begitu mendukungnya kegiatan ini, ia langsung bersedia untuk mengikuti pertunjukan.

“Saat ini tidak banyak orang yang peduli dalam pembinaan seni dan budaya, karena itu saya mendukung penuh Kominfo Kota Malang menghidupkan budaya melalui seni pertunjukan rakyat ludruk,” kata Wasto.

Di masa lalu, seni tradisi seperti ludruk merupakan alat perjuangan para pejuang Indonesia menyampaikan pesan agar tidak diketahui oleh penjajah. Di era sekarang ini tinggal bagaimana mengemas kesenian ludruk sebagai media untuk menyampaikan berbagai hal untuk mendidik masyarakat.

Kesenian ludruk yang diiringi gamelan yang terdiri dari beragam alat musik seperti gong, kenong, kendang, saron, gender, bonang, dan lain-lain yang memiliki suara yang berbeda-beda tetapi dengan keahlian seni bisa dipadu menjadi suara yang indah. Ini menjadi contoh bagi kita meskipun diantara kita terdapat perbedaan suara, pikiran, dan kehendak namun dengan kebersamaan semua perbedaan itu bisa digunakan untuk bersama-sama menyejahterakan masyarakat.

PAMERAN BESAR SENI RUPA DI PAPUA

10 Oktober 2014
   (Kemdikbud) Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar acara bertajuk Pameran Besar Seni Rupa 2014 di Jayapura menghadirkan karya 54 perupa dari 28 Provinsi di Indonesia bertempat di Taman Budaya Papua, Waena, Jayapura berlangsung selama empat hari mulai 10-14 September 2014.  Pameran Besar Seni Rupa dibuka untuk umum dari pukul 10.00-21.00 WIT.
Pameran Besar Seni Rupa Se-Indonesia, tahun 2014 di buka secara resmi oleh Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekda Papua, Drs. Elia I. Loupatty, MM mewakili Gubernur Papua, selasa 10 September  2014. Kegiatan yang bertemakan Swara Nusa “Seni Budaya Untuk Perdamaian dan Persaudaraan Dalam Prespektif Berbangsa dan Bernegara” ini menyajikan pameran karya seni anak-anak bangsa.
Dalam sambutan Gubernur Provinsi Papua yang dibacakan Elia I. Loupatty  mengatakan “Kegiatan ini dianggap sangat strategis sebagaimana sesuai dengan visi Provinsi Papua Papua bangkit mandiri dan sejahtera, untuk itu kami mengajak seluruh seniman yang mengambil bagian dalam kegiatan ini agar dapat bangkit dan mandiri untuk menciptakan karya-karya yang berkualitas yang dapat memberikan kesejahteraan bangsa Indonesia”.
Pada kesempatan yang sama Drs. Pustanto, MM selaku Kepala Sub Direktorat Seni Rupa Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktoat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutannya mengatakan bahwa pembangunan kebudayaan adalah menjadi bagian penting yang merupakan tanggung jawab kita semua, untuk itu program pelestarian yang meliputi pembinaan dan pengembangan dan pemanfaatan harus kita galakan.

Pameran
Pameran Besar Seni Rupa Se-Indonesia, tahun 2014 diikuti oleh para perupa dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Papua. Karya yang ditampilkan berupa lukisan, patung, fotografi, hingga karya seni instalasi yang dipamerkan dalam ruang pamer maupun di luar ruang.
Kurator Pameran Besar Seni Rupa Se Indonesia, Adrianto Rikrik Kusmara dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menuturkan “Masyarakat yang berkesempatan untuk mengambil bagian dalam kegiatan ini diharapkan lebih menyadari kekayaan bangsa sehingga tumbuh rasa apresiasi atas karya seni rupa yang di ciptakan oleh seniman-seniman Indonesia,”
Drs. Pustanto, MM selaku Kepala Sub Direktorat Pembinaan Seni Rupa, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman sekaligus ketua panitia pameran menjelaskan “Pada acara ini kami ingin memperlihatkan kepada masyarakat keberagaman karya seni rupa Indonesia yang di buat oleh para seniman Indonesia dengan latar belakang budaya daearah yang berbeda. Sebagai bangsa yang majemuk, beragam karya seni rupa merupakan kekayaan yang membuktikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berperadaban tinggi dan tidak kalah dari bangsa lain,”
“Ajang ini juga menjadi pertukaran informasi bersama antar perupa nusantara, sehingga tumbuh rasa apresiasi atas karya seni rupa yang diciptakan oleh seniman Indonesia,” ujarnya, Rabu (10/9/2014).
Kegiatan pameran besar seni rupa di Papua merupakan kegiatan yang kedua kalinya di Indonesia yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman. Pameran pertama tahun 2013 dilaksanakan di Kota Jambi, Provinsi Jambi, yang kedua tahun 2014 dilaksanakan di Jayapura, Provinsi Papua. Perhelatan pameran yang ketiga tahun 2015 rencananya akan digelar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan yang digelar oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan bertujuan untuk mempertemukan para perupa tanah air dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas karya seni rupa nasional, serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya-karya perupa nasional.
Sebagai tuan rumah acara ini,  Papua menampilkan ragam kekayaan seni rupa khas Papua  akan ditranslasikan dalam 5 karya seni instalasi dari 5 orang seniman lokal, beserta dengan satu  karya seni instalasi dari seniman Bali. Semuanya akan dipamerkan di area ruang Balai Museum Papua.
Sementara itu, Ketua Sekolah Tingggi Seni Papua (STSP), Syafiuddin mengapresiasi dengan baik  kegiatan Pameran Besar Seni Rupa di Papua karena dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni rupa di nusantara karena di Papua kurang informasi terkait karya seni. “Perupa-perupa  Papua yang ada saat ini baru dikembangkan adalah untuk keahliannya, belum kepada seni melukisnya,” katanya.
pkp 1
Sambutan Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman yang diwakili oleh Kasubdit Pembinaan Seni Rupa, Drs. Pustanto, M.M 
 pkp 2
Pembukaan secara simbolis oleh Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekda Papua, Drs. Elia I. Loupatty, MM mewakili Gubernur Papua.
pkp 3
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekda Papua, Drs. Elia I. Loupatty, saat mengunjungi ruang pameran.

Karya-karya yang Dipamerkan
Perupa dari DKI Jakarta, Sarnadi Adam yang menyuguhkan 7 lukisannya diatas kanvas berukuran 85 x 105 cm dan 30 x 30 cm menampilkan tema Tarian Betawi yang merupakan ciri khas dari adat Betawi. Perupa lainnya,  Aisul Yanto yang menampilkan dua lukisannya bertema wanita. “Sejak 7 September kami berada disini dan kami sangat mengapresiasi kegiatan pertemuan seni rupa se Indonesia ini. Kami juga sangat menantikan melukis diatas kulit kayu yang akan digelar besok. Melukis dengan cara ini adalah perpaduan antara melukis modern dan tradisional yang akan digabungkan,” paparnya.
Lukisan Yesus yang berukuran 180×130 CM milik pelukis asal Pontianak, Christoforus A.S.HM dengan tema “Tuhan biarkan dalam seumur hidupku aku berbuat yang terbaik untukmu” yang dilukis diatas kanvas menggunakan cat minyak menjadi salah satu karya yang paling diminati oleh pengunjung Pameran Besar Seni Papua Se- Indonesia di Aula Balai Museum Expo Waena, Rabu (10/9/2014) kemarin.
Kasubdit Pembinaan Seni Rupa Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Drs. Pustanto. MM, menuturkan, karya lukisan milik Christoforus asal Pontianak ini terpilih karena di anggap layak mengingat sesuai dengan kultur dan kepercayaan masyarakat mayoriats di Papua.
     pkp 4-horz
Beberapa karya yang dipamerkan pada Pameran Besar Seni Rupa

Tuesday, November 11, 2014

In My Opinion

SENI DAN BUDAYA ADALAH JATI DIRI BANGSA



     
     Seni dan budaya merupakan dua sisi seperti mata uang yang tidak bisa terpisahkan. Walau sesungguhnya seni itu sendiri adalah merupakan satu bagian dari budaya atau peradaban hidup suatu bangsa yang mana akan terus hidup selama manusia itu sendiri ada di muka bumi.
Setiap negara atau bangsa mempunyai seni dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang ditinggalkan oleh para leluhurnya itu sendiri.  Namun demikian di beberapa negara jenis kesenian termasuk jenis alat musiknya banyak yang memiliki kemiripan.  Hal ini bisa saja terjadi disebabkan oleh adanya pertukaran atau malah sebuah negara memodifikasi alat musik tersebut dari negara lain yang sudah lebih dahulu terkenal dan kemudian disesuaikan dengan adat dan budaya setempat.
    Seni dan budaya tidak hanya menjadi ciri dan gaya hidup atau hanya merupakan tontonan dari sebuah pagelaran hiburan tapi lebih jauh juga merupakan tuntunan yang selanjutnya akan menjadikan ciri dan jati diri bangsa dimana seni dan budaya itu tumbuh dan berkembang.
^_^