Pendidikan Agama Islam
Oleh
Nama : Yeni
Rizkiyah
No. Abs : 32
Kelas : X-TKJ 1
SMK NEGERI 1 PUNGGING
Teknik Komputer Dan Jaringan
Tahun Ajaran 2015-2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan
Agama Islam ini dengan sebuah pembahasan tentang “Semangat Beribadah Menjadikan
Hidup Mulia”.
Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Serta ucapan terima kasih kepada guru pembimbing
pelajaran Pendidikan Agama Islam Yang terhormat Ibu Ulfah Rina Wahyuni, S.Pd dimana atas bimbingan beliau kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta referensi
pembelajaran maupun inpirasi terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Pungging, 19 Nopember 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................................ iii
BAB
I : PENDAHULUAN ……..…………………………………………..........….. 1
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan
................................................................................................................ 1
BAB
II :
PEMBAHASAN ……….....………………………………………………..
2
A.
Pengertian ......................................................................................................... 2
B.
Macam – Macam Ibadah ................................................................................... 2
C.
Cara Agar Semangat Beribadah ........................................................................ 7
BAB
III : PENUTUP …..…………..........................………………………………. 10
A.
Kesimpulan ...................................................................................................... 10
B.
Saran ................................................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA ...….…………………………………………………............. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
kehidupan sehari-hari, semangat dalam beribadah itu sangat penting. Karena
mempengaruhi ibadah yang kita lakukan tersebut. Beribadah merupakan hubungan
antara seorang hamba dengan Tuhannya, Allah SWT. Namun dalam prakteknya saat
kita beribadah terkadang ada rasa kurang semangat. Entah karena lelah, bosan,
ataupun malas.
Oleh
karena itu, untuk menjadikan hidup kita mulia. Kita butuh suatu penyemangat
dalam hal beribadah.
B. Rumusan Masalah
Dari
pemaparan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan Beribadah?
2.
Apa saja
macam-macam Beribadah?
3.
Apa saja cara
agar semangat Beribadah?
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
menambah pengetahuan tentang beribadah
2.
Untuk
menambah wawasan tentang pengertian dari ibadah
3.
Untuk
mengetahui cara agar semangat dalam beribadah
4.
Untuk
mengetahui cara beribadah agar menjadikan hidup mulia
|
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara bahasa Ibadah diambil dari
kata ta’bid yang artinya tunduk. Imam Ibnu Taimiyyah mendefinisikan
ibadah sebagai berikut : ”Nama yang mencakup setiap apa saja yang dicintai
oleh Allah dan diridhai oleh-Nya baik ucapan maupun perbuatan, baik lahir
maupun batin.” Merujuk pada definisi
tersebut, ibadah merupakan jembatan penghubung antara hamba dengan Rabbnya dan
segala kasih sayang dan karunia yang ada padaNya. Semakin kuat dan kokoh
jembatan tersebut, semakin terlimpah curah rahmat dan karunia Allah kepadanya.
Seperti itulah yang diinginkan oleh setiap orang yang beriman. Karenanya
semangat ibadah harus senantiasa dipupuk dan dipelihara agar pada akhirnya
ibadah menjadi bagian dari kenikmatan tertinggi yang bisa dirasakan olehnya.
Seorang yang telah merasakan
nikmatnya keimanan, tidak akan memandang ibadah hanya sekedar ketundukkan dan
penunaian perintah Allah semata, tetapi ia akan bisa merasakan kenikmatan
dengan munajat dan ketaatan kepada Allah serta menemukan kebahagiaan yang tiada
tara.
Sangatlah wajar, bila Rasulullah
saw. senantiasa menunggu-nunggu waktu ibadah seperti seorang yang kehausan
sedang menanti air. Sehingga ketika masuk waktu shalat, beliau bersabda kepada
Bilal, “Hai Bilal, hiburlah kami dengan shalat.” Dan tidak heran pula
bila beliau bersabda, “Dan jadikan shalat sebagai penyejuk hatiku.”
B.
Macam – Macam Ibadah
Ibadah ditinjau dari beberapa segi
memiliki begitu banyak klasifikasi, mulai dari ruang lingkup bentuk dan sifat,
dan juga lain sebagainya klasifikasi yang dimaksut antara lain:
a.
Dari Segi Ruang Lingkupnya.
Ditinjau
dari segi ruang lingkupnya, ibadah dapat dibagi menjadi dua macam:
1.
Ibadah khashsah, yaitu
ibadah yang ketentuan dan caranya pelaksanaannya secara khusus sudah ditetapkan
oleh nash, seperti shalat, zakat,
puasa dan haji
2.
Ibadah ‘ammah, yaitu semua
perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena
Allah SWT (ikhlas), seperti makan dan minum, bekerja, amar ma’ruf nahi munkar, berlaku adil, berbuat baik kepada orang
lain dan sebagainya.
b.
Dari Segi Bentuk dan Sifatnya.
Ditinjau
dari segi bentuk dan sifatnya ibadah terbagi dalam enam macam antara lain:
|
|
1.
Ibadah yang
berupa perkataan dan ucapan lidah, seperti: tasbih,
tahmid, tahlil, takbir, taslim, do’a, membaca hamdalah oleh orang bersin, tasymit
(menyahuti) orang bersin, memberi tahniyah
(salam), khutbah, menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang munkar, bertanya
mengenai sesuatu yang tidak diketahui, menjawab pertanyaan (memberi fatwa),
mengungkapkan persaksian (syahadah), membaca iqamah, membaca adzan, membaca Al-Qur’an, membaca basmalah ketika hendak makan, minum dan
menyembelih binatang, membaca Al-Qur’an ketika dikejuti syaitan dan lain-lain
sebagainya.
2.
Ibadah-ibadah
berupa perbuatan, seperti menolong orang yang karam atau yang tenggelam,
berjihad di jalan Allah SWT, membela diri dari gangguan, menyelenggarakan mayat
dan mandi.
3.
Ibadah-ibadah
yang berupa menahan diri dari mengerjakan sesuatu pekerjaan. Termasuk kedalam
ibadah ini, ibadah puasa, yaitu menahan diri dari makan, minum dan dari segala
yang merusak puasa.
4.
Ibadah-ibadah
yang terdiri dari melakukan dan menahan diri dari suatu perbuatan, seperti ‘itikaf (duduk dirumah Allah) serta
menahan diri dari ijma’ dan mubasyaroh (bergaul dengan istri), haji,
tawaf, wukuf di Arafah, ihram serta
menahan diri ketika haji atau umrah dari menggunting rambut, memotong kuku, jima’, nikah dan menikahkan, berburu,
menutup muka oleh para wanita dan menutup kepala oleh lelaki.
5.
Ibadah-ibadah
yang bersifat menggugurkan hak, seperti membebaskan orang yang berhutang dari
hutangnya dan memaafkan kesalahan dari orang yang bersalah dan memerdekakan
budak dengan kaffarat.
6.
Ibadah-ibadah yang meliputi perkataan,
pekerjaan, khudu’, khusyu’, menahan
diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin dari yang diperintahkan
kita menghadapinya, seperti shalat. Shalat di pandang sebagai ibadah yang
paling utama, karena shalat melengkapi perbuatan-perbuatan yang lahir dan
batin, melengkapi ucapan-ucapan dan menahan diri dari berbicara serta menahan
diri dari memalingkan hati dari Allah SWT.
c.
Dari Segi Sifat, Waktu, Keadaan, dan
Rukunya
Apabila
ditinjau dari segi sifat, waktu, keadaan dan hukumnya, ibadah terbagi menjadi:
1.
Muadda, yaitu ibadah
yang dikerjakan dalam waktu yang ditetapkan syara’. Ibadah tersebut dilakukan
pada waktu yang ditetapkan itu untuk pertama kalinya, bukan sebagai
pengulangan. Pelaksaan ibadah ini disebut dengan ibadah tunai (ada’).
2.
Maqdhi, yaitu ibadah
yang dikerjakan sesudah keluar waktu yang ditentukan syara’. Ibadah ini
bersifat sebagai pengganti yang tertinggal, baik Karena disengaja atau tidak,
seperti tertinggal karena sakit atau sedang dalam berpergian. Pelaksanaan
ibadah ini disebut dengan qadha.
|
3.
Mu’ad, yaitu ibadah
yang diulang sekali lagi dalam waktunya untuk menambah kesempurnaan, misalnya
melaksanakan shalat secara berjamaah dalam waktunya yang ditentukan setelah
melaksanakannya secara sendirian pada waktu yang sama.
4.
Muthlaq, yaitu ibadah
yang tidak dikaitkan waktunya oleh syara’ dengan sesuatu waktu yang terbatas,
seperti membayar kiffarat, sebagai
hukuman bagi pelanggar sumpah.
5.
Muwaqqat, yaitu ibadah
yang dikaitkan oleh syara’ dengan waktu tertentu yang terbatas, seperti shalat
pada waktu subuh, zuhur, asar, magrib dan isya. Termasuk juga puasa pada bulan
ramadhan.
6.
Muwassa’, yaitu ibadah
yang lebih luas waktunya dari yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban yang
dituntut pada waktu itu, seperti shalat lima waktu. Seorang yang shalat
diberikan kepadanya hak mengerjakan shalatnya di awal waktu, di pertengahan dan
di akhirnya.
7.
Mudhayyaq (mi’yar), yaitu ibadah
yang waktunya sebanyak atau sepanjang fardhu atau di-fardhu-kan dalam waktu itu, seperti puasa. Dalam bulan ramadhan,
hanya dikhususkan untuk puasa wajib dan tidak boleh dikerjakan puasa yang lain
pada waktu itu seperti puasa sunnah, nazar dan lain-lain.
8.
Dzusyabain, yaitu ibadah
yang mempunyai persamaan dengan mudhayyaq
dan mempunyai persamaan pula dengan muwassa’,
seperti pada ibadah haji. Dari segi pelaksanaanya, ibadah haji menyerupai mudayyaq, karena hanya diwajibkan sekali
dalam setahun, dan dari segi keberlanjutan bulan-bulan haji itu menyerupai muwassa’.
9.
Mu’ayyan, yaitu ibadah
tertentu dituntut oleh syara’, misalnya Allah SWT memerintahkan shalat, maka
seorang mukallaf wajib melaksanakan shalat yang diperintahkan itu, tidak boleh
mengganti dengan ibadah lain.
10.
Mukhayyar, yaitu ibadah
yang boleh dipilih salah satu dari yang diperintahkan. Seperti kebolehan
memilih antara ber-istinja’ dengan
air dan ber-istinja’ dengan batu.
11.
Muhaddad, yaitu ibadah
yang dibatasi kadarnya oleh syara’,
seperti shalat fardu dan zakat.
12.
Ghairu muhaddad, yaitu ibadah
yang tidak dibatasi kadarnya oleh syara’, seperti mengeluarkan harta di jalan
Allah SWT, memberi makan orang yang lapar dan memberi pakaian orang yang tidak berpakaian.
13.
Muratab, yaitu ibadah
yang harus dikerjakan secara tertib. Maksudnya, sesudah pertama tidak
disanggupi barulah dikerjakan yang kedua. Seperti kaffarat jima’ yang dilakukan oleh orang yang
sedang puasa ramadhan. Mula-mula memerdekakan budak , kalau budak tidak
disanggupi berpindah kepada puasa dan bulan berurut-urut. Kalau puasa tidak
sanggup, berpindah kepada memberi makan 60 orang miskin.
|
14.
Ma yaqbal al-takhyir wa la yaqbal
al-taqdim, yaitu ibadah yang dapat di-ta’khir-kan (dilambatkan) dan tidak dapat didahulukan dari
waktunya, seperti shalat magrib dan puasa. Shalat magrib boleh dijama’ taqdimkan ke waktu isya’ dan tidak boleh dijama’ taqdimkan ke waktu asar. Puasa juga dapat dita’khirkan ke waktu-waktu yang
dibolehkan puasa di dalamnya, seperti puasa orang yang sakit atau sedang dalam
berpergian. Kepada mereka dibolehkan menta’khirkan
puasanya setelah bulan ramadhan.
15.
Ma yaqbal al-taqdim wa la yaqbal
al-ta’khir, yaitu ibadah yang boleh didahulukan dari waktunya,
tetapi tidak boleh ditunda dari waktunya, seperti shalat ashar dan isya. Shalat
ashar bisa didahulukan pelaksanaanya ke waktu dhuhur, tetapi tidak boleh dita’khirkan ke waktu magrib, dan shalat
isya’ bisa pula didahulukan ke waktu magrib tetapi tidak bias ditunda ke waktu
subuh.
16.
Ma la yaqbal al-taqdim wa la
ta’khir, yaitu ibadah tidak dapat didahulukan dan ditunda dari waktunya, seperti
shalat subuh. Shalat subuh tidak dapat didahulukan ke waktu isya’ dan tidak
pula dapat ditunda ke waktu dhuhur.
17.
Ma yajibu ‘ala al-faur, yaitu
ibadah yang mesti segera dilaksanakan, seperti menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan zakat yang telah memenuhi
persyaratan.
18.
Ma yajibu ‘ala al-tarakhi, yaitu ibadah
yang boleh dilambatkan pelaksanaanya, seperti nazar yang mutlak dan kaffarat.
19.
Ma yaqbal al-tadakhul, yaitu ibadah
yang dapat diterima secara tadakhul (masuk-memasuki). Dengan kata lain ibadah
yang dapat dengan sekali pelaksanaan menghasilkan dua ibadah sekaligus, seperti
dalam pelaksanaan haji sudah termasuk didalamnya pelaksanaan umrah, dan dalam
pelaksanaan puasa qadha pada hari senin termasuk didalamnya pelaksanaanya puasa
sunnah, wudu’ untuk berbagai ibadah dapat dilakukan satu kali, seperti wudu’
untuk baca Al-Qur’an dapat digunakan untuk shalat.
20.
Ma la yaqbal al-tadakhul, yaitu ibadah
yang tidak dapat menerima secara tadakhul,
seperti shalat, zakat, sedekah, hutang, haji dan umrah. Orang yang
melaksanakan dua shalat, qadha dan tunai, maka menurut syafi’iyah shalatnya
tidak sah, sedangkan menurut jumhur fuqaha sah untuk tunai dan tidak untuk qadha. Orang yang memberikan hartanya
kepada fakir miskin dengan niat zakat dan sedekah sunat, maka yang dipandang
sah adalah zakat. Orang yang berniat dua haji dan dua umrah, hanya sah satu
haji dan satu umrah.
21.
Ma ukhtulifa qabul al-tadakhul, yaitu ibadah
yang diperbedakan para ulama tentang dapat atau tidaknya secara tadakhul, seperti masuknya wudu’ ke
dalam mandi.
|
22.
Ma ‘azhimatuhu afdhal min
rukhshatih, yaitu ibadah yang azimah-nya
lebih utama dari rukhsah-nya, seperti
istinja’ dengan air lebih utama dari istinja’ dengan batu.
23.
Ma rukhsatuh afdhal min ‘azhimatih, yaitu ibadah
yang rukhsah-nya lebih utama dari ‘azimah-nya, seperti shalat qashar (meringkas shalat) dalam
perjalanan tiga hari lebih utama dari menyempurnakanya (azimah).
24.
Ma yaqbal fi jami’ al-auqat, yaitu ibadah
yang boleh diselesaikan (di-qadha)
dalam segala waktu.
25.
Ma la yuqdha illa fi mitsli watihi, yaitu ibadah
yang tidak boleh di-qadha kecuali waktu
semisalnya, seperti haji.
26.
Ma yaqbal ada’ wa al-qadha, yaitu ibadah
yang boleh dilaksanakan di dalam atau di luar waktunya, seperti haji dan puasa.
Akan tetapi qadha haji harus ditunggu
masa haji berikutnya.
27.
Ma yaqbal ada’ wa la yaqbal
al-qadha, yaitu ibadah yang menerima pelaksanaan dalam waktunya dan tidak menerima
pelaksanaan di luar waktunya (tidak bisa di-qadha),
seperti shalat jum’at.
28.
Ma la yushafu bi qadha’ wa la ada’, yaitu ibadah
yang tidak disifatkan dengan tunai dan tidak pula dengan qadha, seperti shalat sunah mutlaq dan memutuskan perkara atau
memberi fatwa.
29.
Ma yataqaddar waqt ada’ih ma’a
qabulih li ta’khir, yaitu ibadah yang terbatas waktu meng-qadha-nya, tetapi dapat juga dikerjakan
sesudah lewat waktu qadha itu,
seperti puasa yang waktunya ditentukan dalam setahun sebelum masuk Ramadhan
berikutnya. Tetapi diterima juga qadha itu
bila dikerjakan sesudah waktunya.
30.
Ma yakun qadha’uh mutarakhiyan, yaitu ibadah
yang boleh di-qadha kapan saja
dikehendaki dan tidak perlu disegerakan. Menurut golongan syafi’iyah shalat
yang terlewat karena tertidur atau lupa tidak perlu disegerakan meng-qadha-nya.
31.
Ma yajibu qadha’uh ‘ala al-faur, yaitu ibadah
yang wajib segera di-qadha, seperti
haji dan umrah yang dirusakkan.
32.
Ma yadkhuluh al-syarth min
al-‘ibadat, yaitu ibadah yang bisa dilaksanakan atas dasar sesuatu
syarat, seperti nazar. Ibadah ini dapat dikaitkan dengan suatu syarat.
33.
Ma la yaqbal al-ta’liq wa la
al-syarth, yaitu ibadah yang tidak bisa digantungkan kepada suatu
syarat, seperti puasa dan shalat yang telah diwajibkan oleh syara’.
|
34. Ma yu’tabar bi waqt fi’lih la liwaqt
wujubih, yaitu ibadah
yang dipandang waktu pelaksanaanya, bukan waktu wajibnya, seperti suci untuk
shalat, menghadap qiblat dan menutup aurat dalam shalat. Contoh lain adalah
keadilan, seorang saksi dipandang keadilanya pada waktu pelaksanaan kesaksian,
bukan waktu menyaksikan suatu peristiwa.
35. Ma yu’tabaru
bi waqt wujubih, yaitu ibadah yang
dipandang dengan waktu wajibnya, seperti meninggalkan shalat yang wajib dalam
hdhar (waktu hadir, tidak berpergian) lalu di-qadha dalam saffar. Dalam keadaan
seperti ini shalat qadha-nya tidak boleh dilakukan dengan cara qashar, meskipun
ketika itu seseorang dalam keadaan bepergian, karena yang dipandang adalah
waktu wajibnya, yang dalam hal ini adalah waktu hadir.
36. Ma ukhtulifa fi i’tibarih bi waqt wujubih,
yaitu ibadah yang diperselisihkan tentang apakah yang dipandang adalah waktu
wajib dan waktu pelaksanaanya, seperti shalat yang ditinggalkan dalam saffar
bila di-qadha di waktu hadhar. Ulama yang memandang kepada waktu wajibnya, maka
mendahulukan shalat qadha lebih utama. Sedangkan ulama yang memendang pada waktu
pelaksanaanya, berpendapat bahwa mendahulukan shalat hadhar lebih utama. [1]
C. Cara Agar Semangat Beribadah
Banyak cara yang dapat
dilakukan dalam memupuk semangat ibadah. Antara lain sebagai berikut :
1. Tetap dalam keikhlasan
Ikhlas berarti pengharapan
diri semata untuk mendapatkan keridlaan Allah dari ibadah yang dilakukan,
terlepas dari segala apapun yang melatar-belakangi ibadahnya sehingga dapat
menodai kemurnian hatinya. Dengan demikian, dalam hati mereka tidak terbersit
rasa dendam, egoistis, riya, dan tidak pula memiliki sifat nifak. Sebaliknya
yang ada hanyalah kesucian, kemurnian dan kesempurnaan yang akan
mengantarkannya ke puncak kemuliaan, tempat orang-orang yang dekat kepada Allah
swt.
Ibadah yang dilakukan
atas dasar keikhlasan akan membawanya pada kenikmatan ruhiyyah yang tidak dapat
terkendala dengan keadaan fisik apapun dan tidak kecewa atas segala yang
terjadi setelah melakukannya, bahkan tidak takut untuk mengambil resiko yang
dapat menyakitinya. Sekali seseorang merasakan kenikmatan tersebut, semakin
bersemangat dia dalam beribadah, semakin dibuat rindu untuk senantiasa bersujud
kepadaNya dan enggan untuk menjauh dariNya.
2. Mujahadah
dalam beramal
Mujahadah artinya kesungguhan dan
keseriusan. Mujahadah dalam beramal berarti bersungguh-sungguh dan serius dalam
melakukan amal shaleh disertai kemampuannya menyingkirkan segala aral melintang
yang dapat mengganggu kesungguhannya tersebut terutama dari dalam dirinya.
Tidak jarang orang beramal kemudian menjadi sia-sia akibat lalai, berleha-leha,
serta tidak memiliki motivasi yang jelas dalam beramal. Kesungguhan dalam
beribadah akan mempersempit ruang gerak syetan sehingga tidak memiliki peluang
untuk menggelincirkan manusia dalam kesesatan. Orang yang ibadahnya disertai dengan
mujahadah, Allah akan memberikan petunjuk ke jalan yang diridhaiNya,
"Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Al-'Ankabuut 29 : 69)
Sifat mujahadah akan menambah
semangat ibadah seperti yang nampak jelas pada diri Rasulullah saw yang selalu
melakukan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika itu Aisyah r.a.
bertanya, "Mengapa engkau lakukan hal itu (shalat malam), bukankah
Allah swt sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang akan datang?
Rasulullah saw menjawab, 'bukankah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang
bersyukur?" (H.R. Bukhari dan Muslim).
|
3. Selalu introspeksi diri
Mengintrospeksi diri adalah
kewajiban setiap muslim yang harus dilakukan demi tercapainya kebahagiaan yang
hakiki di akherat kelak. Seseorang yang dalam hidupnya selalu mengoreksi
kesalahan dirinya di masa lalu, maka dia akan selalu mempertimbangkan hidupnya
di masa yang akan datang, agar kesalahan yang lalu tidak terulang kembali,
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr 59 : 18)
4. Selalu berdo’a
Beribadah membutuhkan kekuatan
motivasi. Membangun motivasi selayaknya tidak hanya mengandalkan kemampuan dari
dalam diri saja. Rasul bahkan mencontohkan sebuah do’a di setiap kali shalat
agar kita senantiasa meminta bantuan kepada Allah untuk memiliki kekuatan dalam
melaksanakan ibadah, sebagai berikut :
رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
”ya Allah! Bantulah aku untuk senantiasa
berdzikir kepadaMu, senantiasa bersyukur kepadaMu, dan senantiasa beribadah
dengan baik kepadaMu.”
Do’a adalah senjata orang beriman. Karena itu,
semestinya kita sering memohon kepada-Nya untuk mendapatkan bimbingan dan
petunjuk-Nya. Kekuatan do’a sangat luar biasa, bahkan do’a sampai bisa mengubah
takdir sebagaimana dijelaskan dalam keterangan berikut :
“Tiada sesuatu yang dapat menolak
takdir kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali amal
kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang
diperbuatnya.” (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
5. Memperbanyak Dzikir dan tobat
Apabila intensitas iman sudah menyentuh relung hati yang paling dalam,
niscaya penghayatan terhadap rasa ketuhanan akan mengisi buhul-buhul kehidupan
dalam dirinya. Pemujaan terhadap egoisme dapat disingkirkan dengan meleburkan
diri dalam keta’atan dan kepatuhan terhadap segala perintah Allah didasari
kesadaran akan kehadiran Allah yang efektif. Kesadaran seperti itulah yang
dimaksud dengan dzikir.
Dzikir, menurut penafsiran
al-Kalabazi adalah ingatan yang terus menerus kepada Allah dalam hati serta
menyebut namanya dengan lisan. Zikir berfungsi sebagai alat kontrol bagi hati
dan perbuatan agar jangan sampai menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan
Allah. Lebih dari itu, zikir akan menghantarkan seseorang ke alam ketenangan
batin, kestabilan jiwa dan rasa kebahagiaan yang sebenarnya, karena ia merasa
dalam kesadaran penuh akan keberdayaannya di hadirat Allah.
Di dunia ini tidak ada manusia
yang steril dari dosa, artinya semua orang pernah berbuat dosa, yang berbeda
adalah kadar dosanya, ada yang berbuat dosa kecil dan ada juga yang berbuat
dosa besar. Namun Allah Swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan Maha
Penerima Taubat. Sebesar apa pun dosa dan kesalahan hamba-Nya, Allah pasti akan
menerima taubatnya selama taubat itu dilakukan dengan sungguh-sungguh.
|
6. Berada dalam lingkungan yang Shaleh
Fakta membuktikan bahwa manusia
adalah makhluk yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan memegang
peranan penting dalam pembentukan karakter manusia. Kalau kita ingin mendapat
hidayah Allah, maka carilah lingkungan yang kondusif. Nabi Ibrahim pernah berdo’a:
"Ya
Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku kedalam golongan
orang-orang yang saleh” (QS. Asy-Syu’ara 26 : 83).
Sangat penting do’a ini dibaca
dalam setiap waktu dan kesempatan, karena lingkungan memiliki peranan yang
sangat penting dalam membentuk karakter. Bergaul dengan lingkungan yang shaleh,
bukan berarti kita akan terbebas dari masalah, tetapi tentu saja jika bergaul
dengan lingkungan yang tidak shaleh, maka rintangan yang dihadapi akan jauh
lebih berat, baik rintangan dari dalam maupun dari luar.
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
Banyak cara untuk menjadikan kita semangat beribadah. Contohnya : dengan
mengingat hari akhir, dll.
C.
SARAN
Untuk mewujudkan
suatu penyemangat agar kita selalu beribadah dalam kehidupan sehari-hari
merupakan sesuatu hal yang tidak mudah, karena minimnya pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya suatu penyemangat setiap hari maka diperlukan pengarahan dan
pembelajaran praktek.
|
DAFTAR PUSTAKA
https://m.facebook.com/notes/belajar-tauhid/macam-macam-ibadah/156419971048765/http://dadang-kh.blogspot.co.id/2012/11/memupuk-semangat-beribadah.html
Bonus Cashback 10% | Bonus Rollingan 0.8% | Bonus Deposite 10% | Bonus Member Baru 50%
ReplyDeleteARTIKEL SLOT
ARTIKEL POKER
DAFTAR SLOT
DAFTAR POKER
SLOT VAVA
AGEN PLAYTECH
AGEN SLOT GAME
AGEN JOKER123
MABAR99
AGEN POKER ONLINE
BANDAR CEME
AGEN OMAHA
SLOTACE333